Sabtu, 28 Juni 2014

Sahadat Buhun

Masyarakat Sunda Tradisional mengenal adanya Sahadat atau Sadat Buhun, suatu istilah bagi sebutan kalimat sakral yang diyakini sebagai bagian dari tertib hidup Budaya Sunda Wiwitan. Namun ada juga yang menyebutnya Sahadat Baduy, karena sahadat ini banyak di gunakan oleh orang-orang Baduy penganut ajaran Sunda Wiwitan. Para Sastrawan Sunda menggolongkan Sahadat ini kedalam kelompok Ajimantra atau Puisi Mantra, yang berasal dari dua daerah, yakni Ajimantra Baduy Banten dan Ajimantra Priangan.

Pengertian Sahadat Buhun berbeda dengan maksud Sahadat (Syahadat) yang dimaksud dalam agama Islam. Didalam kamus bahasa Indonesia Sahadat (Syahadat) berarti (1) pengakuan kesaksian (2) pengakuan atau kesaksian Iman-Islam sebagai rukun yang pertama. Didalam Wikipedia edisi Bahasa Sunda disebutkan, bahwa Sahadat mangrupakeun pernyataan kayakinan Islam. Dina basa Arab, hartina nyaksénan atawa méré kasaksian. Sahadat mangrupakeun pernyataan kapercayaan kana tunggalna Gusti (Allah dina basa Arab) sarta yén Nabi Muhammad minangka utusan pangahirna.

Perbedaan antara Sahadat di dalam agama Islam dengan Sahadat Buhun diakui pula oleh penganut agama Sunda Wiwitan seperti keterangan Ayah Mursid tokoh masyarakat Cibeo :
“Sahadat menurut ajaran Sunda Wiwitan diartikan sebagai rangkaian kalimat berisi doa-doa atau jampe-jampe yang disampaikan kepada Sang Pencipta Alam sesuai dengan kebutuhan, kegiatan atau masalah yang dihadapi, dan diucapkan tidak sembarangan ada kramanya” (Saatnya Baduy Bicara, Hal 90 2010)

Dari pendifinisian yang diberikan Ayah Mursid diatas, tentunya memiliki konsekwensi, bahwa jampe-jampe yang memenuhi syarat sebagaimana Sahadat dapat dikatagorikan sebagai Sahadat dalam pengertian Jampe, bukan dalam pemahaman Sahadat dalam pengertian Islam, demikian pula dari syariatnya, menurut Ayah Mursid , bahwa :
“Dalam keyakinan Sunda Wiwitan kami tidak kebagian perintah shalat seperti saudara-saudara sebab Wiwitan Adam tugasnya memelihara keseimbangan alam, tidak memiliki kitab suci karena ajarannya bersatu dengan alam, maka agama Sunda Wiwitan hanya diperuntukan bagi masyarakat Baduy”.

Krama dari pengucapan sahadat dimaksud dilakukan sesuai waktu dan kegunaannya. Misalnya jika hendak menanam Padi, agar terhindar dari hama dan dapat menghasilkan padi yang lebih baik, maka mereka membacakan sahadat Sri. Karena yang diyakini menjaga dan mengurus pertanian adalah Dewi Sri, maka mereka menitipkan kepada Dewi Sri. Sedangkan untuk perkawinan membacakan sahadat khusus untuk perkawinan.

Istilah dalam Sahadat
Mencari naskah atau keterangan asli tentang Sahadat diatas dari sumber asli Baduy atau para penganut Sunda Wiwitan lainnya agak sulit ditemukan, bahkan menurut Ekajat (2005),: “Kesulitan menemukan keterangan tentang Sunda Wiwitan akibat tertutupnya para penganut agama dimaksud. Namun menurut alasan dari Ayah Mursid,: “harus tepat penggunaannya dan diucapkan tidak sembarangan, karena ada kramanya”. Sangat masuk akal jika krama penggunaan sahadat ini ngawengku pengetahuan orang luar untuk mengetahui sahadat ini.

Dalam kenyataannya banyak teks-teks sahadat dengan judul yang sama digunakan oleh masyarakat Baduy, namun berbeda dengan teks yang digunakan Urang Baduy. Perbedaan bahasa didalam sahadat ini sudah banyak diulas oleh para sastrawan Sunda, seperti Wahyu Wibisana (2000) bahkan mengkatagorikan sahadat kedalam dua wilayah, sesuai dengan asalnya, yakni Ajimantra Baduy dan Banten, serta Ajimantra Priangan.

Ajimantra dari daerah Baduy dan Banten, sebagai berikut :
Pohaci Sanghiyang Asri, Ulah gederulah reuwas, Ja kami rek nitipkan,Titip ka nu boga bumi,Tema ka nu boga desa.
(Pohaci Sanghiyang Asri,Jangan kaget, kami hendak menitipkan,titip kepada pemilik bumi,juga kepada yang mpunya desa).

Sedangkan contoh dari daerah Priangan, sebagai berikut :
Asyhadu syahadat Sunda, zama alloh ngan sorangan. Kaduana Gusti Rasul, katilu Nabi Muhammad, Kaopatumat Muhammad. Nu cicing dibumi angaricing. Nu Calik dina alam keueung. Ngacacang di alam mokaha. Salamet umat Muhammad.
(Asyhadu Syahadat Sunda, Zama allah hanya satu. Keduanya para Rasul. Ketiga Nabi Muhammad. Keempat umat Muhammad. Yang tinggal di Bumi yang ramai. Yang duduk di alam takut. Menjelajah alam nafsu. Selamat umat Muhammad).

Perbedaan dari Sahadat tersebut sangat lugas, siapapun akan mengetahui mana yang lebih buhun. Hal ini bisa terjadi akibat pengaruh perkembangan jaman dan penggunaan istilah-istilah yang merupakan eufimisme dari yang disebutkan dalam sahadat tersebut, bahkan orang Baduy menggunakan hal yang sama untuk menerangkannya kepada orang lain, sekalipun dalam bacaan bathinnya masih tetep menggunakan bahasa awalnya.

Penggunaan bahasa, seperti untuk menyebutkan nama Batara Cikal digantikan dengan sebutan Adam Tunggal, atau menyisipkan kata Slam (maksudnya Islam) kedalam istilah Sunda Wiwitan. Mungkin pula ciri khas dari keyakinan Sunda Wiwitan yang di katagorikan Sinkretis, sangat terbuka untuk menerima pengaruh agama manapun secara terbuka, bahkan ada yang menafsirkan sebagai adaptifnya keyakinan urang Sunda baheula.

Untuk memperkuat dan menggambarkan penafsiran dimaksud, dapat disimak keterangan Ayah Mursid, sebagai berikut :
“Agama nu di agem ku masyarakat Baduy, ngarana Agama Slam Sunda kabagean parentah shalat seperti dulur-dulur sabab wiwitan Adam tugasna memelihara kasaimbangan ieu alam, teu ngabogaan kitabna da ajaran neurap jeung alam. Makana agama Slam Sunda Wiwitan ngan ukur keur Baduy”.
(agama yang diyakini orang Baduy namanya agama Slam Sunda awal. Nabinya Adam Tunggal. Dalam keyakinan Sunda awal, kami tidak kebagian perintah shalat seperti saudara-saudarasebab Wiwitan Adam tugasnya memelihara keseimbangan alam, tidak memilikikitab suci karena ajarannya bersatu dengan alam, makanya agama Slam Sunda Wiwitan hanyadiper-untukan bagi masyarakat Baduy).

Urang Baduy saat ini nampaknya menggunakan bahasa-bahasa yang digunakan masyarakat Sunda beragama Islam, tanpa merubah substansi dari keyakinannya sendiri. Mungkin pula untuk menghindari benturan yang tidak ada manfaatnya, karena mereka merasa yakin, bahwa tugasnya di bumi ini adalah untuk menjaga keseimbangan (harmoni) alam. Urang Baduy menyadari adanya desakan yang timbul dari perubahan jaman. Kesadaran demikian diakui oleh Ayah Mursid :
“Kami ti jauhna keneh geus waspada jeung sadar, yen zaman pasti rubah, tantangan keur masyarakat adat mingkin dieu mingkin beurat, ti berbagai sudut perkampungan perbatasan geus teu katadah ku kamajuan hirup, tapi kami tetep teguh patuh keur ngalaksanakeun amanat wiwitan jeung kami tetep yakin Baduy tetep ayem tentrem nu penting ulah ngaganggu jeung diganggu jeung ulah ngarugikeun komo deui dirugikeun. Kami siap kerja sama jeung sasaha oge wae tapi nu aya mangpaatna kana kahirupan balarea, kami mah patuh kana hukum jeung kahayang alam nu diciptakeun kunu maha kawasa”.
(Sejak awal kami sudah waspada dan menyadari bahwa zaman pasti berubah, tantangan buat masyarakat adat semakin hari semakin berat, dari berbagai perkampungan perbatasan sudah tidak terbendung lagi ada kemajuan pola dan gaya hidup tetapi kami tetap teguh patuh untuk melaksanakan amanat wiwitan dan kami meyakini bahwa baduy aman tentrem, yang penting jangan mengganggu atau diganggu dan jangan merugikan apalagi dirugikan. Kami siap bekerja sama dengan siapa saja, tetapi yang ada manfaatnya bagi keselamatan hidup semua manusia, kami tetap akan patuh mengikuti hukum dan kehendak alam yang sudah diciptakan oleh Yang maha Kuasa”.

Penggunaan istilah-istilah seperti asyhadu, allahuma, bismillah didalam Sahadat buhun sering pula kita temukan. Mungkin saja ini terjadi sebagai adaptasi bahasa atau digunakan oleh para pecinta budaya sunda yang sudah beragama di luar Sunda Wiwitan namun masih merasa nyaman menggunakan Sahadat Buhun.

Jenis-jenis Sahadat Buhun
Sahadat dari daerah Baduy yang pokok tidak kurang dari 20 Sahadat-sahadat dimaksud, antara lain sebagai berikut :
1.Sahadat Pernikahan (Shadat Wiwitan, Sahadat Tunggal, Sahadat Samping, Sahadat Batin, Sahadat Kangjeng Nabi Muhammad) ;
2.Sahadat Bawa ;
3.Sahadat Sunda ;
4.Sahadat Iman ;
5.Sahadat Bali ;
6.Sahadat mesir ;
7.Sahadat Banten ;
8.Sahadat Santen ;
9.Sahadat Sri ;
10.Sahadat Imam Mahdi ;
11.Shadat Umur ;
12.Sahadat Rahayu ;
13.Sahadat Rasa ;
14.Sahadat Pamuka alam ;
15.Sahadat Suson ;
16.Sahadat Bumi Alam.

Sebagai mana uraian diatas, penggunaan sahadat Baduy disesuaikan dengan maksud dan keperluannya. Dalam upacara perkawinan, pembacaan sahadat dibacakan oleh Puun dari kedua belah pihak sejak acara seserahan atau seserenan. Jenis sahadat yang digunakan adalah : Sahadat Wiwitan ; Sahadat Tunggal ; Sahadat Samping ; Sahadat Batin dan sebagai pelengkap dibacakan pula Sahadat Kangjeng Nabi Muhammad. Perkawinan untuk masyarakat Baduy tidak ada perceraian. Dalam istilah sekarang cerai karena mati. Salah satu cara untuk memperkuat keyakinan tersebut, serta upaya agar perkawinan langgeng maka dibacakan Sahadat Bathin.

Selain sahadat dari Masyarakat Baduy, di Priangan terdapat juga beberapa jenis. Menurut Wahyu Wibisana (2010), antara lain sebagai berikut :
1.Sahadat Islam ;
2.Sahadat Sunda ;
3.Sahadat jawa ;
4.Sahadat Bawa ;
5.Sahadat Taraju ;
6.Sahadat Sayang ;
7.Sahadat Sari ;
8.Sahadat Adam ;
9.Sahadat Barjah ;
10.Sahadat Hayun ;
11.Sahadat Siluman ;
12.Sahadat Mustakarayun ;
13.Sahadat Ganda.

Teks Sahadat Buhun
Sahadat menurut ajaran orang Baduy diartikan sebagai rangkaian kalimat berisi doa–doa atau jampe-jampe yang disampaikan kepada Sang Pencipta Alam sesuai dengan kebutuhan, kegiatan atau masalah yang dihadapi, diucapkan tidak sembarangan dan ada kramanya. Jika mencermati keterangan diatas tentu sangat sulit menemukan teks Sahadat Buhun yang asli, mengingat tabu di ucapkan sembarangan.

Dalam realitas sosial, sahadat Buhun dengan judul teks sebagaimana yang ada di kalangan masyarakat Baduy atau penganut Sunda Wiwitan di luar Baduy banyak ditemukan dikalangan masyarakat maupun sastrawan. Namun telah mengalami trans-formasi makna dan bahasanya, dengan menyelipkan bahasa-bahasa ageman baru. Padahal, untuk kepentingan Sastra atau Ilmiah, tak perlu ada pengkoreksian atau penyesuaian bahasa, karena dapat merubah originalitas dari kandungan dan maksud Sahadat Buhun itu sendiri.

Suatu contoh yang dikemukakan oleh Abdul Rojak didalam bukunya: ‘Teologi Kebatinan Sunda’(2005) menjelaskan, bahwa : “Orang Kanekes Baduy Dalam (Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo) juga mengenal istilah syahadat, yang disebut Syahadat Sunda”. Sahadat tersebut tentunya dengan mencantumkan kalimat dari bahasa keyakinan yang telah disesuaikan.

Dalam kesempatan lainnya, Asep Kurnia (2010), menjelaskan sanggahan secara halus dari orang Baduy mengenai teks Sahadat yang beredar diluar Baduy. Dalam hal ini ada benarnya, bahwa sahadat yang beredar di luar masyarakat Baduy Kanekes bukanlah Sahadat Buhun atau Sahadat Baduy, melaikan Sahadat Buhun yang telah mengalami transformasi dari bahasa ajaran yang dipakai para pemeluk ajaran Sunda Wiwitan di luar Baduy atau para Sastrawan. Sedangkan masyarakat Baduy dan penganut Sunda Wiwitan masih menggunakan bahasa aslinya, bahasa bathin yang memiliki makna khusus dalam hubungannya dengan Yang Maha Keresa, TuhanYang Esa dan alam dimana merekahidup.

Teks-teks Sahadat dimaksud, sebagaimana dimuat dalam Sastra Lagu: Mencari Larak dan Lirik, Wahyu Wibasana, Dalam Lima Abad Sastra Sunda - 2000, sebagai berikut:

SAHADAT SUNDA
Asyhadu syahadat Sunda, zama alloh ngan sorangan. Kaduana Gusti Rasul, katilu Nabi Muhammad,Kaopatumat Muhammad. Nu cicingdi bumi anggaricing. Nu Calik dina alam keueung. Ngacacang di alam mokaha. Salamet umat Muhammad.
(Asyhadu Syahadat Sunda, ZamanAllah hanya satu. Keduanyapara Rasul. Ketiga Nabi Muhammad. Keempat umat Muhammad. Yang tinggal di Bumi yang ramai. Yang duduk di alam takut. Men-jelajah alam nafsu. Selamat umat Muhammad).

SADAT ISLAM
Sadat islam aya dua,/Ngislamkeun badan kalawan nyawa,Dat hurip tanggal iman,Ngimankeunbadan saku-jur,Hudang subuh banyu wulu/Parentah kangjeng Gusti, Nabi Adam pang nyampurnakeun badan awaking.Sir suci,Sir Adam,Sir Muhammad,Muhammad Jakalalana Nu aya di saluhuring alam.
(Sadat Islam ada duamengislamkanbadan serta nyawa.Dat hurip tanggal imanmengimankanseluruh tubuh,/bangun subuh dan berwudlu.Perintah dari Tuhan,NabiAdam sempurnakanlah badan kuSir Suci,Sir Adam,Sir Muhammad,Muhammad Jakalalana,Yangberada diatas alam).

SAHADAT JAWA
Apa pengot surat Raden Angga Keling/Pangeran Angga Warulang/Ratu suluk ajitullah/Pengersa saNusa Jawa/PuputraneUlis Akin/Kajayak ngarurug Pajajaran/Tanggal ping opat welas/Nukila dikalimati sahadati/Isun weruh umat Allah dikang Selamat.

SAHADAT BAWA
Ashadu Sahadat Bawa,/Iman jati lulungguhan pulo nyawa,/Roh nyawa intening hurip,/Hurip ieu keuna ku gingsir/Langgeng teu keuna ku owah,/Lailahaileloh Muhamad Rasulullah

SAHADAT TARAJU
Ashadu sahadat taraju/Idin imatan warohmatan/Walidatan, wasiratan,/Titikaptan minha yahu/Ya Allah, ya Rasulullah.

SAHADAT SAYANG
Ashadu sahadat sayang,/Kuriling ka bale suci/Cat mancet ka jagatmulya,/Tetesen ditetes ku Allah/Ya hu, ya Allah, ya Rasulullah.
SAHADAT SARI
Ashadu sahadat sari,/Gegedah wadah humenggang,/Ngebur-ngebur lain ratu,/Ngebyar-ngebarcahyaning pangeran,/Payung tilu nungku-nungku,/Payung emas lingga jati,/Kakayon sabar darana,/-Teteras sekar cendana.

SAHADAT ADAM
Ashadu Sahadat Adam/Sah Adam/Ashadu nurputih aliptunggal/
Iman eling kamulya kangkadim,/Lailahaileloh Muhammad Rasululah.

SAHADAT BARJAH
Ashadu sahadat barjah,/Enggon Allah sapatemon,/Sang Mutiara Putih calik di iman,/Patala artu miski aja ningratullah,/Titpan ge-dong kencana,/Nama Allah Rasulullah,/Lailaha ilaloh.

SAHADAT HAYUN
Asahadu sahadat hayun,/Hayun-hayun hurip kang hurip,/Cicipta Gusti Kang waras,/Cicipta Allah cipta rosa kang kawasa,/Ceg badan wujuding Allah Rasulullah/Nanya badan, ceg badan wujuding manusa.

SAHADAT SILUMAN
Heuah balung nangtung tulang/Tulang muntang. Colok rasa ku buana/Deg kimili rasa/Ain gnyaho ratu sia/Anak sia ratu Siti,/Ambu sia ratu neluh ti Galunggung,/Bapa sia pangulu jin.

SAHADAT MUSTAKA RAYUNAN
Asahadu mustaka rayunan/Sahadat permana tunggal,/Selamlahir, selam bathin,/Selam pinarengin kersa,/Sing waspada kanu ngayuga bumi alam/Aya nusaurang, aya nu sorangan,/Aing waspada kepada Allah,/Allah waspada ka kaula./Tenget gemereng-ereng,/Raraga gemetruhiat,/Terusning Allah terusning rasa/Pani-pani langgeng tetep,/Langgeng agama Islam.

SAHADAT GANDA
Ashadu ganda ingsun,/Turun saking sawarega,/Ningal ganda ningsunan sampurna,/Ganda ningsunan handiri,/Kamar langit karaton.


Bacaan : 
> Sastra Lagu Mencari Larak dan Lirik, Wahyu Wibasana, Dalam Lima Abad Sastra Sunda, Geger Sunten, 2000.
> Saatnya Baduy Bicara : Asep Kurnia, dkk (2010).
Kategori :

PERSONAL

Tentang Ibo Zavasnoz.

Tentang Karinding.

Tentang Iket Sunda Kiwari.

TERAKHIR DILIHAT